Phobos dan Deimos, Para Pengawal Mars


OPOSISI Mars akhir Agustus lalu ternyata mengundang perhatian publik dunia. Di Indonesia sendiri banyak terjadi salah sangka atas fenomena alam itu. Harapan mendapatkan pemandangan spektakuler tidak terjadi. Bagi masyarakat awam, menikmati objek langit hanyalah sebatas menikmati, namun tidak demikian halnya dengan astronom. Ternyata, di balik kedatangan planet merah itu, ada dua objek lain yang menyita perhatian untuk dikaji lebih dalam, yaitu Phobos dan Deimos. Keduanya tidak lain adalah satelit-satelit Mars.
Dalam mitologi Yunani, Phobos (teror) dan Deimos (rasa takut) tidak lain adalah anak-anak laki-laki dari Ares, sang Dewa Perang itu, nama lain dari Mars. Keduanya selalu mengawal ayahnya. Astronom AS yaitu Asaph Hall menemukan kedua satelit alam ini pada tahun 1877.

**
Masih menjadi teka-teki
Ada berbagai pandangan mengenai kedua satelit itu. Pandangan klasik menyatakan bahwa keduanya merupakan asteroid yang terjebak dalam gravitasi Mars, lalu mengorbit hingga sekarang. Pandangan berbeda muncul dari pendapat astronom dari Universitas Virginia yaitu S. Fred Singer.
Menurutnya, keduanya berasal dari benda langit yang terjebak dalam gravitasi Mars pada masa pembentukan planet merah itu, atau awal waktu setelah pembentukan Mars. Kemudian benda itu pecah. Sisa pecahannya terus mengorbit hingga sekarang yaitu Phobos dan Deimos.
Jika mengikuti pandangan klasik, ada kesulitan dalam memahami perilaku para pengawal Mars itu, yaitu dalam hal pemahaman mengenai posisi orbit kedua satelit. Keduanya mengorbit Mars di posisi yang begitu dekat dengan ekuatorial Mars, sekaligus mendekati lingkaran. Bahkan, orbit Phobos semakin menciut. Sementara itu, orbit Deimos hampir selaras dengan rotasi Mars.
Dengan melakukan perhitungan yang teliti atas orbit kedua satelit itu, akan bisa diprediksi masa depan keduanya. Dari hasil kajian Singer yang merupakan profesor sains lingkungan dan fisika atmosfer di The Lunar and Planetary Institute di Houston pada Oktober 2002 itu, bahwa nantinya gravitasi Mars akan menekan dan merenggut Phobos sehingga pecah menjadi beberapa bagian. Pecahan besar menabrak Mars setelah mengorbit dengan pola spiral. Sementara itu, pecahan kecil tetap mengorbit Mars.
Untuk mengetahui sejarah keduanya, diperlukan informasi yang teliti mengenai komposisi materi penyusun dari Phobos dan Deimos. Saat ini, yang bisa dipahami dari perbedaan antara Phobos dengan Deimos hanyalah dari bentuk permukaan kedua satelit itu.
Informasi yang dikirimkan oleh wahana antariksa NEAR setelah mendarat di asteroid Eros bulan Februari 2003 lalu memberitahukan bahwa ada kemiripan materi penyusun Eros dengan Phobos dan Deimos. Berita dari NEAR itu memperkuat dugaan bahwa kedua satelit itu merupakan asteroid yang terjebak di gravitasi Mars.
Namun, Philip Christensen pakar geologi dari Arizona State University berpendapat bahwa informasi dari NEAR belumlah cukup untuk membuat kesimpulan seperti itu. Satu-satunya cara yang tepat untuk mengetahui struktur materi Phobos dan Deimos hanyalah dengan mengirimkan misi dan mendarat di sana.
Phobos
Satelit ini mengorbit Mars di radius 6.000 km. Saat ini, tidak ada satelit alam di tata surya yang mengorbit planet induknya dengan jarak sedekat ini.
Memiliki radius rata-rata 23 km dan semakin mendekati Mars sejarak 1,8 m tiap 100 tahun. Diperkirakan dalam waktu 50 juta tahun lagi, Phobos akan mengakhiri hidupnya dengan menabrak Mars. Gravitasi planet merah akan merenggut dan mencabiknya. Selanjutnya, akan terbentuk cincin yang mengelilingi Mars dari potongan Phobos.
Ada kawah besar di Phobos, selebar 10 km dan dinamakan "Stickney". Di kawah ini terisi debu, bahkan batu-batu besar terlihat menggelinding di permukaannya.
Seperti halnya Deimos, Phobos memiliki lapisan tebal regolith atau debu dan batuan dengan ketebalan 100 m. Regolith itu diduga berasal dari batuan ruang angkasa yang ditarik oleh gravitasi Phobos, lalu hancur berkeping dan sebagian besar berwujud serbuk.
Perbedaan temperatur di Phobos sangat mencolok. Di bagian yang terkena cahaya matahari memiliki temperatur seperti suhu di daerah subtropik saat musim dingin di Bumi, sedangkan bagian yang gelap bertemperatur - 112 celcius.
Deimos
Ukuran Deimos lebih kecil dari Phobos yaitu berdiameter rata-rata 13 km, dan mengorbit sejauh 20.000 km dari Mars. Seperti Phobos, di Deimos juga terdapat kawah, namun tidak terdapat celah di kawah itu.
Gravitasi satelit ini sangatlah kecil yaitu seperseribu dari gravitasi Bumi sehingga setelah benda-benda langit menabrak Deimos, pecahannya terlempar lagi ke ruang angkasa. Akibatnya, lapisan regolith Deimos tidak setebal Phobos.
Begitu jauh dan kecilnya Deimos -- yang permukaannya lebih rata dibandingkan Phobos -- ini sehingga jika astronot berada di pemukaan Mars, pantulan cahaya Deimos akan kalah terang dibandingkan bintang.
**
Deimos sebagai pangkalan ruang angkasa
Dengan kondisi seperti di atas yaitu mengorbit secara stabil, Deimos sangat memungkinkan untuk dijadikan pangkalan ruang angkasa bagi astronot yang akan ke Mars. Pertimbangannya adalah eskplorasi manusia ke Mars secara langsung dengan mendarat ke sana atau mengendarai rover sangatlah berbahaya dan tidak praktis. Untuk menempuh perjalanan dari ekuator Mars ke kutubnya, tentu bukan perjalanan yang ringan. Bahkan, memiliki risiko yang tinggi akibat kondisi lingkungan dan perubahan iklim di Mars.
Jika Deimos dijadikan sebagai tempat mangkal sekaligus "pusat komando", dari sini akan dapat dikoordinasikan puluhan rover (penjelajah) secara real-time. Selanjutnya, astronot dapat mendarat di lokasi yang diinginkan untuk melakukan penelitian langsung.
Keuntungan lainnya adalah Deimos bisa dijadikan perisai dari sinar kosmik dan angin matahari. Dengan cara ini, eksplorasi Mars dapat dilakukan dengan lebih efisien.
Eksplorasi dengan cara yang efektif merupakan pilihan yang tidak bisa ditolak mengingat bagaimanapun juga ada keterbatasan anggaran. Apalagi, bagi negara seperti AS, yang sekarang ini berada di garda depan eksplorasi Mars, ada kebijakan dari Konggres untuk tidak memperpanjang pembuatan dan peluncuran rover 10 tahun lagi.
Untuk mengetahui tingkat keamanan atmosfer Mars, astronot dapat menerjunkan penyelidik probe ke permukaan Mars dan mengontrolnya secara real time. Jika dilakukan di Bumi, akan ada rentang komunikasi mengingat jarak Mars-Bumi yang jauh dan berubah-ubah (jarak terdekat sewaktu oposisi adalah 55 juta km).
Dengan mengetahui secara terperinci keadaan atmosfer Mars, astronot hanya melakukan hal-hal penting yang hanya bisa dikerjakan oleh manusia, seperti membuat jejak kaki manusia pertama di Mars. Kemudian cepat-cepat kembali lagi ke Deimos. Tidak perlu berlama-lama di permukaan planet merah yang memiliki lingkungan ekstrem itu.
Keuntungan lainnya adalah penghematan bahan bakar dari pesawat ketika akan bertolak kembali ke Bumi, dibandingkan jika pesawat mendarat di Mars. Ini bisa terjadi karena gravitasi Deimos amat kecil sehingga energi yang diperlukan pesawat untuk lepas dari pengaruh gravitasi Deimospun tidak sebesar jikalau harus lepas landas dari permukaan Mars. Juga, misi yang dikirimkan ke Mars melalui Deimos pun dapat dilakukan berkesinambungan, yaitu probe yang diturunkan ke Mars merupakan kelanjutan dari probe sebelumnya.
Ide pendaratan wahana berawak ke Deimos juga diilhami oleh pendaratan NEAR ke asteroid Eros. Eros yang berada di sabuk asteroid pada kenyataannya memiliki gerak yang tidak stabil, berbeda dengan Phobos dan Deimos. Jika bisa mengirimkan wahana antariksa dan berhasil mendarat di Eros, kenapa tidak dicoba di Deimos? 

0 komentar:

Posting Komentar